Kategori: Uncategorized

  • AIDS PENYAKIT YANG BELUM ADA OBATNYA

    AIDS PENYAKIT YANG BELUM ADA OBATNYA

    Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

    Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

    HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

    Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

    HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

    Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV.

    Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut ditimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

     

    Gejala dan komplikasi

     

    Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

    Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

     

    Penyakit paru-paru utama

     

    Pneumonia pneumocystis (PCP)jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.

    Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum di tes, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per µL.

    Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini.

    Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatas pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan sistem saraf pusat. Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.

    Penyakit saluran pencernaan utama

     

    Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.

    Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).

    Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV

    Penyakit saraf dan kejiwaan utama

     

    Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada saraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisme atas sistem saraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.

    Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

    Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung saraf (mielin) yang menutupi serabut sel saraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls saraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.

    Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan saraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV. Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

    Kanker dan tumor ganas (malignan)

     

    Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).

    Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

    Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt’s lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt’s-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem saraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini sering kali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.

    Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.

    Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV

    Infeksi oportunistik lainnya

    Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.

    Penyebab

    AIDS merupakan bentuk terparah dari infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.

    Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lama perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya, di antaranya kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

    Penularan seksual

    Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.

    Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Risiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.

    Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikrob vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

     

    Kontaminasi patogen melalui darah

    Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Tiongkok, dan Eropa Timur. Risiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.

    Risiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan “antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi

    Penularan masa perinatal

    Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%

    Diagnosis

    Sejak 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat

    Sistem tahapan infeksi WHO

    Pada1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

    • Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
    • Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan atas yang berulang
    • Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
    • Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

     

    Sistem klasifikasi CDC

    Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama virus tersebut. CDC mulai menggunakan kata AIDS pada September 1982, dan mendefinisikan penyakit ini. Tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV. Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.

    Tes HIV

    Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV. Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan. Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.

    Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.

    Tes HIV Agresif

    HIV Agresif sebenarnya telah diketahui terjadi di Afrika sebelumnya, tetapi apa yang terjadi di Kuba bersifat masif. Biasanya dari HIV menjadi AIDS butuh waktu 5-10 tahun tanpa perawatan sama sekali, tetapi pada HIV Agresif hal itu terjadi hanya dalam waktu 3 tahun. Tes CD4 dan adanya infeksi oportunistik, biasanya dilakukan untuk mengetahui adanya HIV, tetapi tes CD4 2 tahun sekalipun mungkin bisa terlambat, oleh karena itu perlu diadakan tes CD4 yang lebih sering bagi orang-orang yang berisiko. HIV Agresif ini adalah kombinasi sub-tipe A, D dan G, dinamai CRF19 yang ternyata sampai saat ini masih mempan terhadap sebagian besar obat-obat antiretroviral, asal belum terlambat

    Pencegahan

    Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan

    Hubungan seksual

    Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV, serta ketidaksesuaian jenis kelamin hubungan seksual.Hubungan heteroseksual adalah rute modus utama sebesar 80% infeksi HIV di Afrika pada penelitian tahun 1988, rentan pada kategori pelacur dan individu yang melakukan hubungan seksual bebas. Hubungan homoseksual di Amerika, Gaëtan Dugas dijuluki ataupun dituding sebagai penderita pertama atau Patient Zero dengan gejala AIDS. AIDS dikabarkan menginfeksi dan menewaskan 5 orang homoseksual dengan masalah paru-paru pada tahun 1981.Kemudian pada abad 21, homoseksual merupakan modus utama dan mayoritas infeksi,dengan penularan lebih tinggi 2 sampai 3 kali lipat angka penularan heteroseksual atau 70%, serta di Indonesia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.

    Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.

    Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV. Namun, transmisi HIV antar pengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.

    Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.

    Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia

    Anda jauhi seks,

    Bersikap saling setia dengan pasangan,

    Cegah dengan kondom

    Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi

    Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.

    Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengizinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter

    Penularan dari ibu ke anak

    Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi diantaranya terjadi di Afrika.Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara

    Penanganan

    Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah

    Terapi antivirus

    Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor.Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut “koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau “kelas”) bahan antiretroviral. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal

    Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART. Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV.Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan secara rutin . Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.Virus HIV telah ditemukan dapat masih berada di dalam otak meskipun tidak terdeteksi di organ-organ tubuh lainnya.

    Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut

    Penanganan eksperimental dan saran

    Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemi global (pandemi) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengatakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin.

    Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko terinfeksi. Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi profilaktik tersebut.

    Susu sapi adalah salah satu produk tepat yang bisa mencegah penularan penyakit yang belum ada obatnya ini. Awalnya ilmuwan melihat bahwa sapi ternyata tidak dapat terinfeksi HIV. Setelah melewati proses penelitian yang cukup lama, ternyata para peneliti tersebut menemukan fakta kalau sapi bisa menghasilkan antibodi yang bisa mencegah penularan HIV. Para peneliti tersebut kemudian menyuntikkan sapi betina dengan protein HIV. Setelah sapi melahirkan, para ilmuwan tersebut mengumpulkan kolostrum (susu pertama yang dihasilkan setelah melahirkan). Dan ternyata kolostrum tersebut mengandung antibodi HIV

    Pengobatan alternatif

    Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah arah perkembangan penyakit. Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan saraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV. Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi berbagai efek samping negatif yang serius.

    Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik. Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat. Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.

    Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alternatif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.

    Namun oleh penelitian yang mengungkapkan adanya simtoma hipotiroksinemia pada penderita AIDS yang terjangkit virus HIV-1, beberapa pakar menyarankan terapi dengan asupan hormon tiroksin. Hormon tiroksin dikenal dapat meningkatkan laju metabolisme basal sel eukariota dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria

    Epidemiologi

    UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemi paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemi AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.

    Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengan perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 – 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia. Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun – 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit

    Sejarah

    AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.

    Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.

    Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemi AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio Namun, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada

    Sosial dan budaya

    Stigma

    Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan; hingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi “hukuman mati” dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV.Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:

    • Stigma instrumental AIDS – yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.
    • Stigma simbolis AIDS – yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.
    • Stigma kesopanan AIDS – yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.

    Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui suntikan.

    Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual. Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual antara laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi

    Dampak ekonomi

    HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human capital). Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemi telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua.

    Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya populasi pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme produksi dan investasi sumberdaya manusia (human capital) pada masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua. Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin dirasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani para anak yatim piatu tersebut.

    Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga lainnya

    Penyangkalan atas AIDS

    Sekelompok kecil aktivis, di antaranya termasuk beberapa ilmuwan yang tidak meneliti AIDS, mempertanyakan tentang adanya hubungan antara HIV dan AIDS, keberadaan HIV itu sendiri, serta kebenaran atas percobaan dan metode perawatan yang digunakan untuk menanganinya. Klaim mereka telah diperiksa dan secara luas ditolak oleh komunitas ilmiah,walaupun terus saja disebarkan melalui Internet dan sempat memiliki pengaruh politik di Afrika Selatan melalui mantan presiden Thabo Mbeki, yang menyebabkan pemerintahnya disalahkan atas respon yang tidak efektif terhadap epidemi AIDS di negara tersebut.

  • Wabah Hitam (pandemi)

    Wabah Hitam (pandemi)

    Wabah Hitam (bahasa Inggris: Black Death) adalah pandemi hebat yang melanda Eropa, Asia, dan Timur Tengah pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347–1351). Wabah ini mengakibatkan kematian massal, diperkirakan menewaskan sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa, dengan total kematian global mencapai setidaknya 75 juta jiwa. Penyakit yang sama diduga kembali muncul di Eropa secara berkala hingga abad ke-18, dengan beberapa wabah besar terjadi di Italia, London, Wina, Marseille, dan Moskow. Wabah ini akhirnya berhasil diberantas di Eropa pada awal abad ke-19, tetapi terus berlanjut di beberapa wilayah lain di dunia.

    Wabah Hitam mengakibatkan perubahan drastis pada struktur sosial dan demografi Eropa. Ketakutan dan ketidakpastian yang meluas memicu perburuan dan penganiayaan terhadap kelompok minoritas seperti Yahudi, pendatang, pengemis, dan penderita lepra. Wabah ini juga mendorong perubahan sikap masyarakat terhadap kehidupan dan kematian, seperti digambarkan dalam karya sastra seperti The Decameron karya Giovanni Boccaccio (1353)

    Penamaan

    Kejadian awal di Eropa awalnya disebut sebagai “Kematian Besar” (Great Mortality) oleh para penulis kontemporer. Nama “Wabah Hitam” umumnya dianggap berasal dari gejala khas dari penyakit ini, yang disebut acral necrosis, yaitu saat kulit penderita menjadi menghitam karena perdarahan subdermal. Catatan sejarah telah membuat sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa Wabah Hitam adalah suatu serangan wabah bubonik yang disebabkan bakteri Yersinia pestis dan disebarkan oleh pinjal dengan bantuan hewan seperti tikus rumah (Rattus rattus), walaupun ada juga kalangan yang menyangsikan kebenaran hal ini.

    Sejarah

    Selama ribuan tahun, tidak ada penyakit epidemi. Namun, ketika orang-orang mulai tinggal di kota, infeksi bisa menyebar dengan lebih mudah. Ketika pedagang dan tentara melakukan perjalanan dari kota ke kota, mereka membawa bakteri dan virus bersama mereka dan menyebarkan infeksi ke populasi baru. Anak-anak dalam bahaya terbesar karena hingga abad kesembilan belas, 50% anak meninggal sebelum usia lima tahun.

    Terdapat beberapa hipotesis mengenai asal dari wabah ini. Salah satu hipotesis yang paling tua adalah bahwa Wabah Hitam berasal dari dataran stepa di Asia tengah. Dari daerah ini, menyebar menuju Eropa melalui Jalur Sutra dibawa oleh tentara dan pedagang Mongol. Wabah ini menyebar di Asia dan merebak di Provinsi Hubei, Cina.Pada tahun 1334. Wabah Hitam di Eropa pertama kali dilaporkan berada di Kota Caffa yang berada di Krimea pada tahun 1347.

    Antara 1346 dan 1350 lebih dari sepertiga penduduk Eropa tewas oleh wabah pes (Black Death).

    Cara Penyebaran

    Wabah penyakit pes dapat menular melalui tiga varian utama. Varian yang paling umum adalah pes bubo, ditandai dengan pembengkakan kelenjar getah bening (bubo) di leher, ketiak, atau pangkal paha. Bubo ini dapat membesar hingga seukuran telur atau bahkan apel. Meskipun beberapa penderita dapat selamat, wabah pes bubo umumnya memiliki tingkat kematian yang tinggi dengan harapan hidup hanya sekitar satu minggu. Penularan terjadi melalui gigitan serangga (biasanya pinjal) yang terinfeksi setelah kontak dengan hewan pengerat seperti tikus dan marmot.

    Varian kedua adalah pes pneumonia, yang menyerang sistem pernapasan dan dapat menular melalui udara yang terkontaminasi dari penderita. Pes pneumonia jauh lebih mematikan daripada pes bubo, dengan harapan hidup yang hanya berkisar satu atau dua hari. Varian ketiga adalah pes septisemia, yang mempengaruhi sistem peredaran darah. Pes septisemia dapat menular melalui gigitan serangga atau hewan pengerat yang terinfeksi, atau melalui kontak langsung dengan penderita.

    Akibat

    Tingkat kematian

    Tingkat kematian dari wabah ini sangat bervariasi di seluruh daerah dan berbeda tergantung sumbernya. Diperkirakan wabah ini membunuh kurang lebih 200 juta orang pada abad ke-14.

    Wabah ini membunuh sekitar 40% populasi Mesir pada saat itu. Setengah populasi penduduk Paris meninggal, Florence Italia kehilangan populasinya dari 110 ribu orang pada tahun 1338, menjadi sekitar 50 ribu orang pada tahun 1351. 60% penduduk Hamburg dan Bremen meninggal. Sebelum tahun 1350, terdapat sekitar 170.000 penduduk di Jerman, dan angka ini berkurang hampir 40.000 pada 1450. Pada tahun 1348 wabah ini menyebar dengan sangat cepat sebelum para dokter atau pemerintah dapat mengetahui asal wabah tersebut, populasi Eropa telah berkurang sepertiganya. Pada kota yang padat, sangat umum ketika setengah penduduknya meninggal karena wabah. Orang Eropa yang tinggal di daerah yang terisolasi tidak mengalami kerugian separah yang di kota. Salah satu pihak yang tingkat kematiannya juga tinggi adalah rahib dan biarawan, karena biasanya mereka yang merawat korban Wabah Hitam.

    Di Kawasan Asia Tenggara termasuk di antaranya Indonesia, belum ditemukan bukti terutama bukti tertulis mengenai keberadan Wabah Hitam dan akibatnya kepada populasi penduduk. Hal ini cukup mengherankan mengingat Asia Tenggara terutama Indonesia, termasuk ke dalam jalur laut pada Jalur Sutra. Ramainya perdagangan antara Arab, India, dan Cina, membuat Indonesia sangat berpotensi untuk terkena wabah ini. Terdapat beberapa teori mengenai asal Wabah Hitam yang berasal dari kawasan Asia Tenggara, tetapi teori-teori ini belum dapat dibuktikan secara pasti.

    Penelitian Sharon N DeWitte dari University of South Carolina telah memberi dimensi baru dalam mempelajari Wabah Hitam dan memberi tampilan pertama kehidupan perempuan dan anak-anak selama wabah melanda. Penelitian tentang Wabah Hitam jarang terjadi karena sampel yang digunakan sangat jarang, hanya beberapa sampel besar yang jelas berasal dari abad ke-14 saat Wabah Hitam terjadi. Menurut analisis Sharon Dewitte, Wabah Hitam yang terjadi pada abad ke-14 bukan wabah pemusnah massal, melainkan ditujukan kepada orang yang lebih lemah dari segala sisi termasuk usia dan fisik. Orang yang selamat dari Wabah Hitam mengalami masa perbaikan kesehatan dan berumur panjang dimana rata-rata tutup usia berkisar 70 hingga 80 tahun dibandingkan orang yang hidup sebelum wabah melanda. Kondisi fisik membantu kelangsungan hidup pasca Wabah Hitam, dimana kesehatan tidak selalu sama tetapi menjelaskan kondisi daya tahan tubuh bertahan dalam melawan wabah penyakit yang berulang. Secara langsung maupun tidak langsung, wabah Wabah Hitam sangat kuat membentuk pola kematian berkelanjutan selama beberapa generasi setelah berakhirnya epidemi.

    Penganiayaan

    Fanatisme dan semangat akan religi berkembang terutama di Eropa karena Wabah Hitam. Beberapa kelompok masyarakat Eropa menyerang kelompok tertentu seperti orang Yahudi, biarawan, orang asing, pengemis, dan peziarah.lepers Mereka mengira bahwa dengan melakukan itu, akan membantu mengatasi masalah wabah. Pengidap penyakit Kusta dan orang-orang yang memiliki kelainan kulit atau yang memiliki jerawat yang parah, biasanya akan dikucilkan.

    Karena para dokter pada abad ke-14 kehabisan ide untuk menjelaskan mengenai penyebabnya, masyarakat Eropa mulai mengubah sudut pandang kepada astrologi, gempa bumi, dan sumur yang dicemarkan oleh orang Yahudi sebagai alasan untuk penyebab wabah. Pemerintah di Eropa tidak dapat menyelesaikan masalah karena mereka tidak tahu mengenai penyebab dan cara penyebarannya. Mekanisme penyebaran wabah pada abad ke-14 tidak dimengerti oleh orang pada saat itu. Banyak orang kemudian menyalahkan bahwa ini adalah kemarahan Tuhan.

    Ada banyak serangan terhadap masyarakat Yahudi.Pada bulan Agustus 1349, komunitas Yahudi di Mainz dan Cologne dimusnahkan. Sebelumnya pada bulan Februari, penduduk Strasbourg membunuh 2.000 penduduk Yahudi untuk alasan yang sama. Hingga tahun 1351, 60 Komunitas besar dan 150 komunitas kecil Yahudi telah dimusnahkan.

    Kehilangan Norma Dan Sosialisasi Masyarakat

    Giovanni Boccaccio, seorang penulis asal Italia hidup melalui wabah yang melanda kota Florence pada tahun 1348. Pengalaman ini mengilhaminya untuk menulis ‘The Decameron‘, kisah tujuh pria dan tiga wanita yang melarikan diri dari wabah penyakit dengan melarikan diri ke sebuah villa di luar kota. Cerita Giovanni sangat menggambarkan keadaan abad pertengahan di Eropa pada waktu itu.

    Masing-masing warga menghindari warga yang lain, hampir tidak ada tetangga yang saling berhubungan, saudara tidak pernah menghubungi atau hampir tidak pernah mengunjungi satu sama lain. Wabah penyakit ini lebih buruk dan luar biasa hingga menyebabkan ayah dan ibu menolak untuk menjenguk anak-anak mereka yang terjangkit wabah, seolah-olah mereka tidak miliki anak.

    Banyak pria dan wanita jatuh sakit, dibiarkan tanpa perawatan apapun kecuali dari rasa sosial teman (tapi hanya sedikit), meskipun banyak yang mencoba membayar dengan upah tinggi tetapi tidak memiliki banyak kesempatan memperolehnya.

    Nasib yang sangat menyedihkan menimpa kalangan kelas bawah dan sebagian besar kelas menengah. Kebanyakan dari mereka tetap tinggal di rumah, hidup dengan kemiskinan dan harapan keselamatan, ribuan orang jatuh sakit. Mereka tidak mendapatkan perawatan dan perhatian, hampir semua penderita wabah penyakit meninggal. Banyak yang mengakhiri hidup di jalan-jalan malam hari dan siang hari, meninggal di rumah-rumah mereka yang diketahui mati karena tetangga mencium bau mayat membusuk. Mereka yang lebih peduli tergerak oleh amal agama akan menyingkirkan mayat-mayat yang membusuk. Dengan bantuan porter, mereka membawa mayat (yang terkena wabah penyakit) keluar dari rumah dan meletakkannya di pintu.

    7 Fakta Menarik Sejarah Kelam Wabah Black Death

    1. Sejarah dan Asal-Usul Black Death

    Wabah mematikan ini pertama kali melanda Eropa pada pertengahan abad ke 14. Wabah ini pertama kali datang ke Eropa pada Oktober 1347.

    Tepatnya ketika 12 kapal dari Laut Hitam berlabuh di pelabuhan Messina, Sisilia, Italia. Orang yang berkumpul di dermaga saat itu terkejut ketika melihat sebagian besar pelaut di kapal tersebut meninggal.

    Mereka yang masih hidup ditemui juga dalam kondisi sakit parah dengan tubuh dipenuhi nanah. Pemerintah saat itu langsung mengeluarkan 12 kapal tersebut dari pelabuhan.

    Namun hal tersebut sia-sia, wabah tersebut sudah terlanjur menyebar dan mengawali pandemi mengerikan di Eropa dari 1347 hingga 1353.

    1. Disebabkan Bakteri Yersinia Pestis

    Awalnya, tidak ada yang tau apa penyebab wabah hitam. Selama ratusan tahun, tidak ada yang tahu penyebab pasti terjadinya wabah hitam.

    Hingga pada 1894, seorang dokter bernama Alexandre Yersin berhasil menemukan Yersinia pestis. Bakteri yang bertanggung jawab atas wabah hitam.

    Bakteri ini mengeluarkan zat racun yang dapat melumpuhkan sistem kekebalan tubuh inangnya. Kemudian mereka berkembang biak, menyerang organ tubuh seperti paru-paru dan kelenjar getah bening.

    Bakteri ini memanfaatkan kutu yang hidup di mamalia kecil, seperti tikus. Begitu mamalia kecil mati, kutu akan berpindah ke inang baru dan menularkan Y. pestis ke tubuh inangnya.

    Penularan juga dapat terjadi melalui darah atau menghirup tetesan cairan yang terinfeksi.

    50 Juta Nyawa Tak Tertolong

    1. 50 Juta Nyawa Tak Tertolong

    Tercatat, ada 50 juta orang di Benua Eropa yang meninggal akibat wabah hitam dalam empat tahun. Populasi benua tersebut langsung menurun drastis dari 80 juta jiwa menjadi 30 juta jiwa.

    Sebanyak 60 persen populasi Eropa telah menghilang akibat serangan wabah ini. Bagi beberapa daerah, tingkat kematiannya lebih tinggi dari 60 persen.

    Bahkan terdapat beberapa tempat seperti Quob di Hampshire yang seluruh penduduknya musnah akibat wabah ini. Namun, terdapat beberapa desa, seperti di wilayah utara Jerman, yang tak terkena wabah hitam.

    Terlepas dari banyaknya korban jiwa, wabah hitam telah mengubah lanskap demografi, ekonomi, dan sosial di Benua Eropa.

    1. Menyebar dengan Sangat Cepat dan Mematikan

    Wabah hitam memberikan efek yang mematikan bagi penderitanya. Mereka yang terinfeksi wabah hitam akan muncul benjolan atau bengkak di bagian ketiak, pangkal paha, atau leher.

    Benjolan tersebut menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Penderita juga akan mengalami demam tinggi, sakit kepala, kelelahan, nyeri, dan batuk darah.

    Begitu terinfeksi, wabah hitam dapat merenggut nyawa penderita dalam 5 hari atau bahkan kurang dari 1 hari. Wabah hitam juga menyebar begitu cepat, 30 sampai 100 kali lebih cepat dibanding penyakit di era modern.

    Ditambah penanganan penyakit pada zaman itu yang cenderung berbahaya dan mengerikan, menambah resiko kematian semakin tinggi.

    Pakaian Burung

    dokter Wabah dengan Pakaian Burung

    Tingginya korban jiwa saat wabah black death semakin diperparah dengan keberadaan plague doctor. Minimnya tenaga dokter saat itu, membuat plague doctor marak beroperasi.

    Meski disebut dokter, mereka bukanlah dokter profesional. Peran mereka juga jarang menyembuhkan pasien.

    mereka melainkan hanya mencatat jumlah korban yang telah terkontaminasi wabah untuk tujuan demografis. Bentuk APD-nya yang dipakai para dokter ini ikonik dan menyeramkan.

    Plague doctor memakai “jas kulit kambing” rancangan Charles de l’Orme. Masker yang dipakai dokter wabah ini berbentuk seperti kepala burung.

    Bagian paruh terdapat rempah-rempah seperti mint, sari mawar, dan bahan herbal lainnya untuk menyaring udara. Tujuan pemakaian paruh dengan saringan herbal dan rempah ini supaya bau busuk jenazah korban black death tidak tercium.

    kala itu, dara juga dianggap bisa terkontaminasi wabah ini. Dokter wabah juga membawa tongkat guna mencegah interaksi langsung dengan para pasien.

    Kontak kulit langsung dikhawatirkan bisa menularkan wabah. Dengan topi kulitnya sebagai simbol, semua orang pada masa itu menganggap mereka ahli kesehatan.

    Sayangnya, plague doctor juga menjadi kontroversi karena banyaknya malpraktik yang mereka lakukan. Dengan kostum sangarnya, banyak pasien yang tewas akibat eksperimen mereka dalam menyembuhkan wabah.

    Bukan Epidemi Wabah Pertama

    1. Black Death Bukan Epidemi Wabah Pertama

    Black death sebenarnya bukan epidemi pertama. Wabah mengerikan ini adalah wabah kedua di Abad Pertengahan.

    Wabah pertama terjadi pada abad keenam, dan sering disebut sebagai Wabah Justinian. Seperti halnya black death, epidemi pertama menyebar luas dan menyebabkan banyak kematian.

    1. Tidak Pernah Benar-Benar Hilang

    Pandemi wabah hitam telah usai pasa 1350-an, namun sebenarnya wabah hitam sendiri tidak benar-benar berakhir. Wabah hitam masih muncul dalam beberapa generasi, seperti pada 1361.

    Wabah hitam kembali muncul di Inggris pada 1361. Kemudian wabah tersebut kembali muncul di Cina dan Asia pada 1890-an.

    Kemudian muncul di Amerika Utara pada 1900-an. Lalu pada 1990-an, wabah hitam kembali muncul di Surat, India, hingga menimbulkan kepanikan besar.

  • Virus dalam sejarah manusia

    Virus dalam sejarah manusia

    Virus dalam sejarah manusia mengacu kepada pengaruh virus dan infeksi virus dalam riwayat peradaban manusia. Epidemi yang disebabkan oleh virus dimulai ketika perilaku manusia berubah pada periode Neolitikum. Sekitar 12.000 tahun lalu, manusia mengembangkan pertanian dan membentuk komunitas yang penduduknya lebih padat. Hal ini memungkinkan penyebaran virus secara cepat dan menjadikannya endemik. Virus tumbuhan dan ternak juga meningkat karena manusia bergantung pada pertanian dan peternakan. Sebagai contoh, infeksi Potyvirus pada kentang dan Rinderpest morbillivirus pada sapi membawa dampak besar bagi kehidupan.

    Cacar dan campak termasuk penyakit-penyakit tertua yang menginfeksi manusia. Setelah berevolusi dari virus yang menginfeksi hewan lain, virus-virus penyebab cacar dan campak mulai menulari manusia di Eropa dan Afrika Utara ribuan tahun yang lalu. Virus-virus ini kemudian dibawa oleh orang Eropa ke Benua Amerika pada masa penjajahan Spanyol. Penduduk asli Benua Amerika tidak memiliki kekebalan alami terhadap virus-virus tersebut sehingga jutaan jiwa meninggal saat terjadinya epidemi. Pandemi influenza tercatat dalam sejarah sejak tahun 1580 dan frekuensinya terus meningkat pada abad-abad selanjutnya. Pandemi influenza pada tahun 1918–1919 menewaskan 40–50 juta orang dalam waktu kurang dari satu tahun dan merupakan salah satu pandemi yang paling mematikan dalam sejarah.

    Louis Pasteur dan Edward Jenner adalah dua orang pertama yang mengembangkan vaksin yang dapat melindungi manusia dari infeksi virus. Karakter virus baru diketahui secara jelas setelah penemuan mikroskop elektron pada tahun 1930-an, era perkembangan pesat virologi. Pada abad ke-20, virus diketahui menyebabkan banyak penyakit, baik penyakit yang telah lama ada maupun penyakit yang baru muncul. Sejumlah epidemi polio terjadi dan baru dapat dikendalikan setelah vaksinnya dikembangkan pada tahun 1950-an. HIV merupakan salah satu virus baru yang paling berdampak terhadap peradaban manusia. Meskipun menjadi pusat perhatian karena menyebabkan penyakit, virus juga bermanfaat karena mendorong proses evolusi dengan mentransfer gen dari satu spesies ke spesies lain dan memainkan peranan penting dalam ekosistem.

    Zaman prasejarah

    Selama 50.000–100.000 tahun terakhir, ketika manusia modern jumlahnya meningkat dan menyebar ke seluruh dunia, muncul penyakit-penyakit menular yang baru, termasuk yang disebabkan oleh virus. Sebelumnya, manusia hidup dalam kelompok-kelompok masyarakat yang kecil dan terpisah sehingga epidemi penyakit hampir tidak pernah terjadi.Cacar yang disebabkan oleh Variola virus merupakan infeksi virus paling mematikan dalam sejarah, yang pertama kali muncul pada masyarakat pertanian di India sekitar 11.000 tahun yang lalu. Virus variola yang hanya menginfeksi manusia mungkin berevolusi dari Poxviridae pada hewan pengerat Afrika. Manusia mungkin berada di lingkungan yang sama dengan hewan pengerat tersebut lalu sejumlah orang terinfeksi oleh virus yang mereka bawa. Ketika virus berhasil menembus “batas antarspesies”, dampaknya sangat besar, dan sistem imun manusia tidak siap menghadapi virus baru. Manusia saat itu tinggal dalam kelompok-kelompok kecil dan mereka yang terinfeksi biasanya meninggal atau menjadi kebal. Kekebalan adaptif ini hanya diwariskan kepada anak untuk sementara waktu melalui antibodi dalam air susu ibu dan antibodi lainnya yang melintasi plasenta dari darah ibu ke janin. Oleh sebab itu, kemunculan penyakit secara sporadis mungkin terjadi pada setiap generasi. Sekitar tahun 9000 SM, ketika banyak orang mulai menetap di dataran Sungai Nil, kepadatan penduduk meningkat dan akibatnya virus dapat mempertahankan keberadaannya karena tingginya kepadatan orang yang mudah tertular. Epidemi virus yang bergantung pada tingginya kepadatan penduduk, seperti gondongan, rubella, dan polio, juga mulai terjadi pada masa ini.

    Zaman Neolitikum, yang dimulai di Timur Tengah sekitar tahun 9500 SM, adalah masa ketika manusia beralih menjadi petani. Monokultur berkembang sehingga virus tumbuhan menyebar dengan cepat.Sobemovirus muncul dan menyebar pada masa ini. Sementara itu, penyebaran Potyvirus pada kentang serta buah-buahan dan sayuran lainnya dimulai sekitar 6.600 tahun yang lalu.

    Sekitar 10.000 tahun yang lalu, manusia yang tinggal di sekitar cekungan Mediterania mulai mendomestikasi binatang liar. Babi, sapi, kambing, domba, kuda, unta, kucing, dan anjing dipelihara dan dikembangbiakkan di penangkaran.Hewan-hewan ini juga membawa virus yang dapat berpindah dari hewan ke manusia. Namun, infeksi zoonotik seperti itu jarang terjadi dan transmisi virus zoonotik dari manusia ke manusia bahkan lebih jarang, kecuali dalam kasus influenza. Sebagian besar virus hanya menyerang spesies yang spesifik dan tidak berbahaya bagi manusia. Epidemi penyakit-penyakit akibat virus yang berasal dari hewan tidak berlangsung lama karena virus-virus tersebut belum sepenuhnya berkembang dan beradaptasi untuk menginfeksi manusia dan populasi manusia masih terlalu sedikit untuk dapat mempertahankan rantai penularan virus.

    Virus-virus lain yang lebih tua tidaklah terlalu berbahaya. Virus-virus dalam famili Herpesviridae pertama kali menginfeksi nenek moyang manusia modern sekitar 80 juta tahun yang lalu. Manusia telah mengembangkan pertahanan terhadap virus-virus tersebut dan kebanyakan manusia sudah pernah terinfeksi oleh paling tidak satu spesies virus herpes.Rekam sejarah mengenai infeksi virus yang lebih ringan jarang ditemukan, tetapi kemungkinan hominid purba terserang pilek, flu, dan diare akibat virus, sama seperti manusia modern. Virus yang berevolusi belakangan menyebabkan sejumlah epidemi dan pandemi yang tercatat dalam sejarah

    Zaman kuno

    Infeksi virus pertama kali tercatat dalam prasasti Mesir yang menggambarkan seorang pendeta Mesir dari Dinasti ke-18 (1580–1350 SM) dengan bentuk kaki yang menjadi ciri infeksi virus polio.Mumi Siptah, penguasa yang memimpin Dinasti ke-19, menunjukkan tanda penyakit poliomielitis, sementara Ramses V serta beberapa mumi Mesir lainnya yang terkubur lebih dari 3.000 tahun yang lalu tampaknya terinfeksi cacar. Epidemi cacar (variola) berlangsung di Athena pada tahun 430 SM yang menewaskan seperempat tentara Athena dan banyak masyarakat sipil.

    Walaupun merupakan penyakit lama, campak baru diidentifikasi untuk pertama kalinya pada abad ke-10 oleh seorang dokter dari Persia yang bernama Muhammad bin Zakariya ar-Razi (865–925). Ia menggunakan kata Arab hasbah untuk menyebut campak. Penyakit ini memiliki banyak nama lain, termasuk rubeola dari kata dalam bahasa Latin rubeus, ‘merah’, dan morbilli, ‘penyakit kecil’.Kemiripan antara virus campak, virus distemper anjing, dan virus sampar sapi memunculkan perkiraan bahwa campak pertama kali ditularkan ke manusia dari anjing atau ternak yang didomestikasi.Virus campak tampaknya berkembang dari virus sampar sapi (yang telah menyebar luas) pada abad ke-12.

    Setelah terinfeksi virus campak, penderitanya akan kebal seumur hidup. Oleh sebab itu, virus tersebut memerlukan kepadatan penduduk yang tinggi agar dapat menjadi endemik. Kondisi ini mungkin tidak terjadi pada periode Neolitikum. Setelah kemunculannya di Timur Tengah, virus campak tiba di India pada tahun 2500 SM.Campak begitu umum pada anak-anak pada waktu itu sehingga tidak dianggap sebagai penyakit. Dalam hieroglif Mesir, campak digambarkan sebagai salah satu tahap normal yang dilewati dalam perkembangan manusia.

    Salah satu penjelasan awal tentang tumbuhan yang terinfeksi virus dapat ditemukan dalam sebuah puisi yang ditulis oleh Permaisuri Kōken Jepang (718–770). Ia menggambarkan sebuah tumbuhan dengan daun yang menguning pada musim panas. Tumbuhan tersebut, yang kemudian diidentifikasi sebagai Eupatorium lindleyanum, sering kali terinfeksi Tomato yellow leaf curl virus

    Abad Pertengahan

    Penduduk Eropa tumbuh semakin padat dan menjadi lahan subur bagi banyak penyakit infeksi dan menular; Maut Hitam (sebuah infeksi bakteri) kemungkinan merupakan wabah penyakit yang paling terkenal.Sejarah jarang mencatat wabah penyakit infeksi yang sekarang diketahui disebabkan oleh virus, kecuali cacar dan influenza. Rabies, sebuah penyakit yang telah dikenal selama lebih dari 4.000 tahun, tersebar luas di Eropa hingga akhirnya sebuah vaksin dikembangkan oleh Louis Pasteur pada 1866.Harapan hidup rata-rata di Eropa pada Abad Pertengahan adalah 35 tahun; 60% anak-anak meninggal sebelum menginjak usia 16 tahun, yang kebanyakan terjadi pada enam tahun pertama kehidupan mereka. Para dokter, yang amat sedikit kala itu, mengandalkan astrologi karena keterbatasan mereka dalam ilmu medis. Infeksi ditangani, misalnya, dengan memberikan salep yang dibuat dari kucing yang telah dipanggang dalam lemak landak susu. Beberapa dari sekian banyak penyakit yang menyebabkan kematian pada anak-anak adalah campak, influenza, dan cacar. Perang Salib dan Penaklukan Islam mempercepat penyebaran cacar, yang merupakan penyebab seringnya terjadi epidemi di Eropa setelah virusnya mulai menyebar di benua tersebut antara abad kelima dan ketujuh

    Campak menjadi penyakit endemik di semua negara yang padat penduduk di Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah. Di Inggris, penyakit ini (pada saat itu disebut “mezil”) pertama kali dideskripsikan pada abad ke-13, dan mungkin merupakan satu dari 49 wabah yang terjadi pada tahun 526 hingga 1087. Sampar sapi, yang disebabkan oleh virus yang berkerabat erat dengan virus campak, merupakan penyakit pada sapi yang dikenal sejak zaman Romawi.Penyakit yang berasal dari Asia ini pertama kali dibawa ke Eropa lewat invasi bangsa Hun pada tahun 370. Invasi bangsa Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan dan tentaranya memulai pandemi sampar sapi di Eropa pada tahun 1222, 1233, dan 1238. Penyakit ini kemudian mencapai Inggris setelah pengimporan sapi dari daratan Eropa. Pada saat itu, sampar sapi merupakan penyakit yang mematikan dengan tingkat kematian sebesar 80–90%. Kematian sapi dalam jumlah besar mengakibatkan bencana kelaparan

    Zaman modern awal hingga akhir

    Tak lama setelah kemenangan Henry Tudor dalam Pertempuran Bosworth pada 22 Agustus 1485, pasukannya tiba-tiba menderita “keringat Inggris”, yang dideskripsikan oleh pengamat kontemporer sebagai penyakit baru. Penyakit ini cukup aneh karena utamanya menyerang orang-orang kaya. Keringat Inggris bisa jadi berasal dari Prancis, tempat Henry VII merekrut pasukannya. Epidemi penyakit ini mengguncang London pada musim panas 1508. Banyak orang tewas dalam satu hari dan kematian terjadi di seluruh London. Jalanan di kota tersebut lengang dan hanya dilewati oleh gerobak yang mengangkut mayat. Raja Henry menyatakan kota itu terlarang bagi siapa pun jua kecuali dokter dan apoteker. Penyakit ini kemudian menyebar ke negara-negara lain di Eropa. Pada Juli 1529, seribu hingga dua ribu orang tewas di Hamburg dalam beberapa minggu pertama penyebaran penyakit tersebut. Selama bulan-bulan berikutnya, penyakit ini menjangkau Prusia, Swiss, dan Eropa utara.Wabah penyakit tersebut terakhir muncul di Inggris pada tahun 1556.Penyakit yang menewaskan sepuluh ribuan orang ini mungkin merupakan influenza atau infeksi virus serupa, tetapi catatan dari masa ketika pengobatan tidak berdasar pada ilmu pengetahuan tidak dapat diandalkan. Saat kedokteran menjadi bagian dari ilmu pengetahuan, deskripsi penyakit ini sedikit demi sedikit mulai menemukan titik terang. Walaupun pada saat itu obat-obatan tidak banyak membantu untuk meringankan penderitaan para korban infeksi, langkah-langkah untuk mengendalikan penyebaran penyakit telah diterapkan. Langkah-langkah tersebut mencakup pemberlakuan pelarangan perdagangan dan perjalanan, pengasingan keluarga yang terdampak dari lingkungan mereka, fumigasi bangunan-bangunan, serta eliminasi hewan ternak.

    Sumber-sumber yang membahas infeksi influenza dapat ditilik hingga akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, tetapi kemungkinan besar infeksi sudah ada jauh sebelumnya. Pada 1173, berlangsung epidemi yang mungkin merupakan epidemi influenza pertama di Eropa. Wabah penyakit yang sekarang diketahui sebagai flu babi melanda masyarakat Indian di Pulau Hispaniola pada 1493. Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa infeksi tersebut berasal dari babi-babi di kapal-kapal milik Kristoforus Kolumbus. Selama epidemi influenza di Inggris antara 1557 dan 1559, sekitar 150.000 orang (lima persen dari keseluruhan penduduk) tewas karena infeksi ini. Tingkat kematiannya hampir mencapai lima kali lipat dibanding pandemi pada 1918–1919.Pandemi pertama yang didokumentasikan dengan baik bermula pada Juli 1580 dan melanda Eropa, Afrika, dan Asia.Tingkat kematian amat tinggi, dengan jumlah 8.000 orang tewas di Roma saja. Tiga pandemi selanjutnya terjadi pada abad ke-18, termasuk pandemi 1781–1782, yang mungkin merupakan pandemi paling merugikan sepanjang sejarah. Pandemi ini bermula di Tiongkok pada November 1781 dan mencapai Moskwa sebulan kemudian. Pandemi tersebut mencapai Sankt Peterburg pada Februari 1782 dan Denmark tiga bulan kemudian.Dalam enam pekan, tiga perempat warga Inggris terinfeksi dan penyakit tersebut dengan cepat menyebar hingga Amerika

    Benua Amerika dan Australia bebas dari campak dan cacar hingga kedatangan penjajah Eropa antara abad ke-15 dan abad ke-18. Campak, influenza, dan cacar disebarkan ke Amerika oleh bangsa Spanyol; cacar sendiri sudah menjadi endemik di Spanyol setelah dibawa masuk oleh kaum Moor dari Afrika.Pada 1519, sebuah epidemi cacar melanda ibukota Aztek, Tenochtitlan, di Meksiko, yang berasal dari seorang budak Afrika terinfeksi yang diangkut di atas kapal pasukan Pánfilo de Narváez, yang mengikuti dari Hernán Cortés dari Kuba.Epidemi ini dan epidemi selanjutnya yang terjadi pada 1545–1548 serta 1576–1581 akhirnya menewaskan lebih dari setengah penduduk asli. Sebagian besar orang Spanyol kebal terhadap penyakit ini. Dengan jumlah pasukan di bawah 900 orang, Cortés tidak mungkin dapat mengalahkan suku Aztek dan menaklukkan Meksiko tanpa peran penyakit cacar. Banyak orang Indian kemudian tewas akibat penyakit infeksi yang tidak sengaja disebarkan oleh orang-orang Eropa. Dalam kurun waktu 150 tahun setelah kedatangan Kristoforus Kolumbus pada tahun 1492, bangsa Indian di Amerika Utara berkurang 80 persen karena penyakit, termasuk campak, cacar, dan influenza. Dampak yang ditimbulkan oleh virus-virus ini secara signifikan membantu bangsa Eropa untuk menaklukkan penduduk asli.

    Pada abad ke-18, cacar menjadi penyakit endemik di Eropa. Lima epidemi terjadi di London pada tahun 1719–1746. Cacar juga mewabah di kota-kota besar Eropa yang lain. Pada penghujung abad, 400.000 jiwa di Eropa meninggal setiap tahun akibat cacar. Cacar tersebar di Afrika Selatan pada tahun 1713 setelah dibawa oleh kapal dari India dan tiba di Australia pada tahun 1789. Pada abad ke-19, cacar menjadi penyebab utama kematian suku Aborigin Australia.

    Pada tahun 1546, Girolamo Fracastoro menulis deskripsi klasik campak. Ia berpandangan bahwa penyakit ini disebabkan oleh “biji” (seminaria) yang menyebar dari orang ke orang. Epidemi campak menyerang London pada tahun 1670 sesuai catatan Thomas Sydenham yang menganggap bahwa campak disebabkan oleh uap beracun yang muncul dari tanah. Meskipun dugaannya salah, ia cukup terampil sebagai pengamat dan mencatat penyakit ini dengan teliti.

    Demam kuning yang disebabkan oleh Flavivirus seringkali mematikan. Virus ini ditularkan dari nyamuk (terutama Aedes aegypti) ke manusia dan pertama kali muncul lebih dari tiga ribu tahun lalu.Pada tahun 1647, epidemi demam kuning pertama yang tercatat terjadi di Barbados, yang disebut “distemper Barbados” oleh John Winthrop, gubernur pulau tersebut kala itu. Ia menerbitkan aturan karantina untuk melindungi penduduk pulau, yang merupakan aturan karantina pertama di Amerika Utara. Epidemi penyakit ini selanjutnya terjadi di Amerika Utara pada abad ke-17, 18, dan 19.Kasus pertama demam berdarah dengue (DBD) terjadi di Indonesia dan Mesir pada tahun 1779. Kapal-kapal dagang membawa penyakit ini ke Amerika Serikat dan memicu epidemi di Philadelphia pada tahun 1780

    Penyakit-penyakit infeksi baru menjadi ancaman besar bagi kesehatan manusia. Kebanyakan penyakit ini bersifat zoonotik, yang disebabkan oleh peningkatan populasi manusia dan intensitas peternakan, serta perubahan lingkungan satwa liar

    Museum-museum Eropa banyak menampilkan lukisan dengan tulip yang memiliki motif bergaris. Sebagian besar lukisan tersebut, salah satunya adalah lukisan alam benda Johannes Bosschaert, berasal dari abad ke-17. Kala itu, bunga tulip sangat populer dan banyak dicari. Pada puncak mania tulip pada tahun 1630-an, satu umbi tulip bisa sama harganya dengan satu rumah. Garis-garis pada tulip disebabkan oleh virus tumbuhan, yaitu Tulip breaking virus, yang secara tidak sengaja berpindah dari melati ke tulip karena dibawa oleh manusia. Tanaman tulip yang terinfeksi menjadi lemah sehingga merugikan bisnis kala itu. Hanya sejumlah umbi yang dapat menghasilkan bunga yang sama menariknya dengan induk mereka.

    Sebelum Wabah Kelaparan Besar Irlandia pada tahun 1845–1852 akibat serangan Phytophthora infestans, penyebab penyakit paling umum pada kentang adalah virus. Potato leafroll virus menyebabkan daun kentang menggulung karena nekrosis. Penyakit ini tersebar luas di Inggris pada tahun 1770-an dan menghancurkan tiga perempat panen kentang. Meskipun demikian, pada masa itu, kentang yang diproduksi Irlandia tidak tersentuh penyakit

    Penemuan vaksin

    Cacar

    Mary Wortley Montagu (1689–1762) adalah bangsawan, penulis, dan istri anggota parlemen Inggris. Pada tahun 1716, suaminya, Edward Wortley Montagu, ditugaskan sebagai duta Inggris di Istanbul. Mary mendampingi suaminya dan menjumpai praktik masyarakat lokal dalam membuat perlindungan terhadap cacar, yaitu variolasi, injeksi nanah penderita cacar ke kulit orang lain.Sebelumnya, adik laki-laki Mary meninggal karena cacar dan Mary pun pernah menderita penyakit ini. Dengan niat agar anak laki-lakinya yang kala itu berusia 5 tahun, Edward, tidak menderita hal yang sama, Mary menyuruh ahli bedah kedutaan, Charles Maitland, melakukan variolasi untuk anaknya. Dalam perjalanan pulang ke London, Mary meminta Maitland untuk memvariolasi anak perempuannya yang berusia 4 tahun di hadapan dokter-dokter raja. Kemudian, Montagu meyakinkan Pangeran dan Putri Wales agar mendukung peragaan publik prosedur variolasi. Enam tahanan penjara yang diadili hukuman mati dan berada dalam daftar tunggu eksekusi Penjara Newgate ditawari pembebasan penuh dengan syarat bersedia menjadi subjek eksperimen publik. Tahanan-tahanan tersebut menerima tawaran tersebut dan divariolasi pada tahun 1721. Semua tahanan berhasil pulih melewatinya. Untuk menguji efek perlindungan variolasi, seorang perempuan berusia 19 tahun diperintahkan agar tidur bersama penderita cacar yang berusia 10 tahun selama 6 pekan. Perempuan tersebut tidak tertular cacar.

    Percobaan ini diulang pada 11 anak yatim piatu yang semuanya kemudian bertahan melewati variolasi ini. Pada tahun 1722, cucu-cucu Raja George I juga menerima variolasi. Metode ini tetap mengandung risiko dengan kemungkinan kematian 1:50. Variolasi sendiri tergolong mahal, sebagian tenaga kesehatan mematok harga £5–£10 dan sebagian lagi menjual metode ini ke tenaga kesehatan lain dengan harga £50–£100 atau mengambil separuh keuntungan dari orang yang membelinya. Variolasi menjadi komoditas yang menguntungkan di Inggris dan tetap tidak terjangkau oleh khalayak ramai hingga akhir tahun 1770-an. Pada masa itu di Inggris, konsep mengenai virus atau sistem daya tahan tubuh sama sekali belum diketahui dan tidak ada yang memahami bagaimana variolasi memberikan perlindungan

    Edward Jenner (1749–1823), seorang dokter di perdesaan Inggris, mendapatkan variolasi saat kanak-kanak.Ia sakit tetapi bertahan dan terlindungi sepenuhnya dari cacar.] Jenner tahu kepercayaan setempat bahwa para pekerja produk susu yang pernah terjangkit infeksi ringan cacar sapi akan menjadi kebal terhadap cacar. Jenner memutuskan untuk menguji dugaan ini, meskipun ia bukan orang pertama yang mencobanya.Pada tanggal 14 Mei 1796, ia melakukan inokulasi virus cacar sapi kepada seorang anak laki-laki yang sehat berumur sekitar delapan tahun. James Phipps (1788–1853), anak itu, bertahan dan hanya mengalami demam ringan. Pada tanggal 1 Juli 1796, Jenner menggunakan sejumlah “materi cacar” (mungkin nanah infeksi) untuk diinokulasikan secara berulang pada lengan Phipps. Anak itu bertahan dan kemudian diinokulasi kembali dengan cacar sebanyak lebih dari dua puluh kali. Phipps tetap tidak terkena cacar. Vaksinasi, yang berakar kata vacca yang berarti “sapi” dalam bahasa Latin, pun ditemukan.Metode Jenner kemudian diketahui lebih aman daripada variolasi. Pada tahun 1801, lebih dari seratus ribu orang telah divaksinasi

     

    Praktisi kesehatan yang masih melakukan variolasi, dan memperkirakan bahwa mereka akan kehilangan pendapatan, menentang vaksinasi gratis kepada orang miskin yang dimulai di Inggris pada tahun 1840. Karena terjadi kematian yang berhubungan dengan variolasi, metode ini dinyatakan ilegal pada tahun yang sama. Vaksinasi diwajibkan di Inggris dan Wales dengan terbitnya Undang-Undang Vaksinasi pada tahun 1853. Para orang tua didenda £1 jika anak mereka tidak divaksinasi sebelum berusia tiga bulan. Aturan ini tidak ditegakkan dengan baik dan sistem penyediaan vaksinasi, yang tidak berubah sejak tahun 1840, tidak efektif. Setelah dipatuhi pada awal penerapannya, hanya sebagian kecil penduduk yang divaksinasi. Vaksinasi wajib tidak diterima dengan baik dan setelah sejumlah protes, dua organisasi yaitu Liga Anti-Vaksinasi dan Liga Anti-Vaksinasi Wajib dibentuk pada tahun 1866. Setelah kampanye anti vaksinasi, cacar mewabah di Gloucester pada tahun 1895 untuk pertama kalinya setelah dua puluh tahun. Dalam peristiwa itu, 434 jiwa tewas dan 281 di antaranya adalah anak-anak. Namun, Pemerintah Inggris menuruti permintaan mereka yang melakukan protes dan Undang-Undang Vaksinasi yang terbit pada tahun 1898 menggugurkan denda serta membolehkan “penolakan berdasarkan hati nurani” bagi orang tua yang tidak mempercayai vaksinasi. Pada tahun berikutnya, terdapat 250.000 penolakan atas vaksinasi dan pada tahun 1912, kurang dari separuh populasi bayi yang baru lahir di Inggris divaksinasi. Pada tahun 1948, vaksinasi cacar tidak lagi diwajibkan di Inggris.

     

    Rabies

    Rabies termasuk penyakit infeksi yang mematikan bagi mamalia. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies. Pada abad ke-21, virus ini utamanya ditemukan pada mamalia liar seperti rubah dan kelelawar. Meskipun demikian, rabies sebenarnya sudah dikenal sejak lama. Rabies adalah kata dari bahasa Sansekerta (rabhas) yang dapat dilacak hingga 3000 SM, yang artinya adalah “kegilaan” atau “amukan”. Penyakit ini sendiri sudah ada selama lebih dari empat ribu tahun. Deskripsi rabies ditemukan pada naskah peradaban Mesopotamia.Penduduk Yunani Kuno menyebutnya sebagai “lyssa” atau “lytta” yang berarti “kegilaan”. Keterangan mengenai rabies terdapat pada Hukum Eshnunna yang ditulis pada 2300 SM. Aristoteles (384–322 SM) memberikan salah satu deskripsi yang banyak diterima tentang penyakit ini. Ia juga menerangkan bagaimana rabies menular ke manusia. Pada abad pertama Masehi, Celsus mencatat adanya gejala hidrofobia dan berpendapat bahwa air liur hewan dan manusia yang terinfeksi mengandung lendir atau racun, dan untuk menyebutnya, ia membuat istilah “virus”.Epidemi rabies tidak terjadi, tetapi infeksi penyakit ini sangat ditakuti karena gejalanya yang mencakup kegilaan, hidrofobia, dan kematian

    Pada masa hidup Louis Pasteur (1822–1895), infeksi rabies pada manusia hanya terjadi dalam beberapa ratus kasus per tahun di Prancis, tetapi obat rabies sedang sangat dibutuhkan. Menyadari bahaya rabies, Pasteur mulai mencari “mikrob” pada anjing gila.Pasteur menemukan bahwa jika bubuk sumsum tulang belakang anjing yang mati karena rabies dikeringkan dan disuntikkan pada anjing sehat, anjing tersebut tidak terinfeksi. Pasteur mengulangi percobaannya beberapa kali pada anjing yang sama. Bubuk jaringan yang digunakan dalam suntikan dikeringkan dengan waktu yang lebih sebentar daripada bubuk sebelumnya pada setiap pengulangan percobaan. Anjing tersebut masih bertahan hidup bahkan pada injeksi jaringan sumsum tulang belakang yang benar-benar segar. Pasteur mengimunisasi anjing itu terhadap rabies dan kemudian berhasil melakukan hal yang sama pada 50 anjing lainnya

    Walau Pasteur tidak paham bagaimana prosedur tersebut bisa berhasil, ia mengujinya pada seorang anak laki-laki, Joseph Meister (1876–1940), yang dibawa oleh ibunya pada tanggal 6 Juli 1885. Anak ini mendapat banyak luka akibat gigitan seekor anjing gila. Ibu Meister memohon kepada Pasteur agar menolong anaknya. Pasteur adalah peneliti, bukan dokter. Ia menyadari konsekuensi yang akan diterimanya jika tindakannya tidak berhasil. Meskipun demikian, Pasteur memutuskan untuk menolong anak itu dengan memberikan beberapa suntikan jaringan tulang belakang dari kelinci terinfeksi dalam kurun waktu 10 hari, yang setiap suntikan lebih virulen dibandingkan sebelumnya. Dalam hal ini, Pasteur menulis, “karena kematian anak itu sudah tidak bisa dihindari, saya memutuskan, bukannya tanpa rasa gelisah yang dalam dan besar… untuk mencoba prosedur ini pada Joseph Meister, prosedur yang secara konsisten berhasil pada anjing”.Meister sembuh dan pulang bersama ibunya pada tanggal 27 Juli. Pasteur berhasil menangani anak laki-laki kedua pada bulan Oktober tahun yang sama. Jean-Baptiste Jupille (1869–1923), anak itu, merupakan penggembala berusia 15 tahun. Ia mendapat luka gigitan parah dari anjing gila ketika berusaha melindungi anak-anak lain. Metode Pasteur digunakan selama lebih dari 50 tahun.

    Penyebab rabies tidak banyak diketahui hingga tahun 1903 ketika Adelchi Negri (1876–1912) menemukan lesi mikroskopis, yang sekarang disebut badan Negri, pada otak hewan yang gila. Ia mulanya salah mengira bahwa bentukan tersebut adalah protozoa parasitik. Paul Remlinger (1871–1964) kemudian menunjukkan bahwa badan Negri memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan protozoa melalui metode filtrasi. Badan Negri bahkan lebih kecil daripada bakteri. Tiga puluh tahun kemudian, badan Negri diketahui merupakan kumpulan partikel berukuran 100–150 nanometer, dan sekarang diketahui berukuran sama dengan partikel Rhabdoviridae, virus yang menyebabkan rabies.

    Abad ke-20 dan ke-21

    Pada abad ke-20, keberadaan virus dibuktikan dari percobaan dengan metode penyaringan yang menggunakan pori-pori yang berukuran lebih kecil dari bakteri. Istilah “virus yang dapat disaring” pun muncul karenanya. Hingga tahun 1930-an, sebagian besar peneliti memahami bahwa virus adalah bakteri kecil, tetapi pemahaman ini berubah saat mikroskop elektron yang ditemukan pada tahun 1931 menunjukkan bahwa virus dan bakteri berbeda. Perubahan besar terjadi setelah penemuan materi genetik dalam bentuk DNA atau RNA di dalam virus. Setelah diakui sebagai entitas biologis, virus kemudian diketahui sebagai penyebab beragam infeksi pada tumbuhan, hewan, dan bakteri.

    Seiring perkembangan zaman, baik manusia maupun virus mengalami perubahan perilaku. Pada zaman kuno, populasi manusia sangat kecil sehingga virus tidak dapat mempertahankan keberadaannya dalam populasi tersebut dan mengakibatkan pandemi. Pada abad ke-20 dan ke-21, kepadatan penduduk meningkat, metode pertanian dan peternakan mengalami perubahan, dan perjalanan jarak jauh dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Hal-hal tersebut memungkinkan virus-virus baru mudah tersebar dan virus-virus lama muncul kembali. Dari sekian banyak penyakit yang diketahui disebabkan oleh virus, salah satunya, yaitu cacar, telah berhasil diberantas. Penyakit lain yang disebabkan oleh HIV dan virus influenza masih sulit dikendalikan. Penyakit kaki, tangan, dan mulut yang disebabkan Enterovirus beberapa kali mewabah di Asia.Sementara sejumlah penyakit lain, misalnya sindrom pernapasan akut berat (SARS) dan penyakit yang disebabkan oleh arbovirus, muncul sebagai tantangan baru. Meskipun vaksin masih merupakan senjata paling kuat dalam melawan virus, sejumlah obat antivirus dengan target yang spesifik telah dikembangkan pada beberapa dekade terakhir abad ke-21. Pandemi influenza tahun 2009 dan pandemi Covid-19 menunjukkan betapa cepatnya galur baru virus terus menyebar ke seluruh dunia meskipun sejumlah upaya untuk membatasi infeksi virus-virus tersebut telah dilakukan.

    Penemuan virus dan pengendaliannya terus berkembang. Rotavirus, yang ditemukan sejak 1943 dan menjadi penyebab diare paling umum pada bayi dan anak-anak, baru diterapkan vaksinnya pada 1998. Human metapneumovirus (HMPV), penyebab infeksi pada sistem pernapasan seperti radang paru-paru, ditemukan pada tahun 2001.Vaksin virus papiloma manusia (HPV), penyebab kanker leher rahim, tersedia pada tahun 2006. Pada tahun 2010, virus berukuran terbesar, Megavirus chilensis ditemukan menginfeksi ameba.Virus-virus raksasa menjadi pemicu penelitian tentang peran virus dalam evolusi dan posisi virus pada bagan kekerabatan genetika makhluk hidup

    Pemberantasan cacar

    Virus cacar termasuk penyebab kematian paling banyak pada abad ke-20. Sekitar 300 juta jiwa meninggal karenanya. Virus ini mungkin adalah virus yang paling banyak membunuh manusia.Pada tahun 1966, Majelis Kesehatan Dunia (badan pembentuk keputusan Organisasi Kesehatan Dunia) menyepakati mulainya “program pemberantasan cacar intensif” dan usaha pemberantasan cacar dalam waktu sepuluh tahun.Pada masa itu, cacar masih endemik di 31 negara,termasuk Brasil, seluruh anak benua India, Indonesia, dan Afrika Sub-Sahara.Target ambisius ini dianggap mungkin dicapai karena sejumlah alasan: vaksin cacar memberikan perlindungan yang sangat baik; hanya ada satu jenis virus penyebab; tidak ada hewan pembawa virus cacar secara alami; masa inkubasi infeksi telah diketahui dan tidak banyak menyimpang dari dua belas hari; serta infeksi selalu menyebabkan gejala sehingga penderitanya diketahui dengan jelas

    Vaksinasi massal, deteksi penyakit, dan karantina merupakan inti operasi pemberantasan. Setelah kasus terdeteksi, penderita segera diisolasi. Mereka yang mengalami kontak dengan penderita juga diisolasi dan divaksinasi. Keberhasilan program ini terlihat dengan cepat. Pada tahun 1970, cacar bukan lagi penyakit endemik di Afrika Barat, begitu pula bagi Brasil pada tahun 1971.Pada tahun 1973, cacar masih menjadi penyakit endemik hanya di anak benua India, Botswana, dan Etiopia.Setelah surveilans penyakit dan vaksinasi di seluruh dunia selama tiga belas tahun, Organisasi Kesehatan Dunia akhirnya mengumumkan cacar berhasil diberantas pada tahun 1979. Walaupun saat itu Vaccinia virus digunakan sebagai vaksin, tidak ada yang tahu secara pasti asal virus tersebut. Ia bukan galur cacar sapi yang dipakai oleh Edward Jenner dan bukan pula bentuk virus cacar yang dilemahkan.

    Operasi pemberantasan cacar menyebabkan kematian Janet Parker (c. 1938–1978) dan tindakan bunuh diri oleh pakar cacar Henry Bedson setelahnya (1930–1978). Parker bekerja di Universitas Birmingham dalam gedung yang sama dengan laboratorium cacar tempat Bedson bekerja. Parker terinfeksi galur virus cacar yang sedang diteliti oleh tim Bedson. Bedson kemudian merasa malu dan bersalah sehingga membunuh dirinya sendiri.

    Sebelum penyerangan 11 September di Amerika Serikat pada tahun 2001, Organisasi Kesehatan Dunia mengajukan agar semua persediaan virus cacar dalam laboratorium di Amerika Serikat dan Rusia dimusnahkan.Rencana pemusnahan tersebut dibatalkan karena kekhawatiran terjadinya bioterorisme menggunakan virus cacar. Pengembangan obat untuk mengatasinya memerlukan persediaan virus tersebut.Karena pemusnahan tersebut tidak benar-benar dilaksanakan pada masa itu, virus cacar tidak menjadi virus pertama yang punah karena campur tangan manusia

     

    Campak

    Campak, meskipun merupakan penyakit yang seringkali mematikan, mulanya merupakan penyakit yang jarang ditemukan di Afrika Selatan pada abad ke-19, tetapi epidemi-epideminya semakin sering terjadi sejak tahun 1850-an. Saat Perang Boer Kedua (1899–1902), campak merebak luas pada tahanan di kamp konsentrasi Inggris dan menyebabkan ribuan kematian. Tingkat kematian di tempat tawanan perang ini sepuluh kali lipat lebih besar daripada korban perang Inggris.

    Sebelum vaksinasi diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1960-an, lebih dari 500 ribu kasus campak per tahun berujung pada 400 kematian. Anak-anak di negara-negara maju banyak terjangkit pada usia 3–5 tahun, sementara separuh kasus pada anak di negara-negara berkembang terjadi sebelum usia 2 tahun. Di Amerika Serikat dan Inggris, epidemi campak terjadi secara rutin setiap tahun atau dua tahun bergantung pada jumlah anak yang lahir pada tahun itu. Galur virus yang menjadi epidemi pada masa kini berevolusi pada paruh awal abad ke-20, mungkin antara tahun 1908 dan 1943

    London mengalami epidemi campak setiap dua tahun antara 1950 dan 1968, sedangkan Liverpool, yang memiliki tingkat kelahiran lebih tinggi, mengalami epidemi setiap tahun. Pada Depresi Besar Amerika Serikat sebelum Perang Dunia Kedua, tingkat kelahiran rendah sehingga epidemi campak bersifat sporadis. Setelah perang, tingkat kelahiran meningkat dan kemudian epidemi terjadi secara rutin setiap dua tahun. Campak masih menjadi masalah besar di negara padat penduduk yang belum banyak berkembang dan memiliki tingkat kelahiran tinggi tanpa kampanye vaksinasi yang efektif.

    Pada pertengahan tahun 1970-an, insidensi (munculnya kasus baru) campak di Amerika Serikat menurun 90% setelah program vaksinasi massal yang dikenal sebagai “jadikan campak hanya dalam ingatan”.Kampanye vaksinasi serupa di negara-negara lain mengurangi infeksi sebanyak 99% selama 50 tahun terakhir. Individu yang rentan terinfeksi menjadi sumber penyebaran penyakit. Begitu pula individu yang berpindah dari negara dengan aturan vaksinasi yang tidak efektif atau menolak vaksin baik bagi dirinya atau anak-anaknya. Manusia adalah satu-satunya inang alami virus campak.Setelah terinfeksi, penderitanya akan mendapatkan kekebalan seumur hidup, sedangkan kekebalan setelah divaksinasi bersifat jangka panjang tetapi kemudian berkurang.

    Vaksin campak termasuk dalam topik yang kontroversial. Pada tahun 1998, Andrew Wakefield dan rekannya menerbitkan artikel penelitian yang menipu. Ia mengaku menemukan hubungan antara vaksin MMR dan autisme. Penelitian tersebut dilaporkan secara luas dan memicu kekhawatiran yang menjadi-jadi tentang keamanan vaksinasi. Penelitian Wakefield dikategorikan sebagai penipuan dan izin praktik dokter Wakefield di Inggris dicabut pada tahun 2010. Berkaitan dengan kontroversi tersebut, tingkat vaksinasi MMR di Inggris jatuh dari 92% pada tahun 1995 menjadi 80% pada tahun 2003. Kasus campak meningkat dari 56 kasus pada tahun 1998 menjadi 1.370 kasus pada tahun 2008. Kejadian serupa terjadi di penjuru Eropa. Pada bulan April 2013, epidemi campak terjadi di Wales, Inggris, mendera remaja-remaja yang tidak tervaksinasi. Meskipun kontroversi menggaung, campak berhasil dimusnahkan di Finlandia, Swedia, dan Kuba.Jepang menghapuskan kewajiban vaksinasi pada tahun 1992 dan 200 ribu kasus campak terjadi di sana pada tahun 1995 hingga 1997. Campak masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Jepang dan sekarang dikategorikan sebagai penyakit endemik. Rencana Pemberantasan Campak Nasional disusun pada bulan Desember 2007 oleh Jepang dengan maksud menghilangkan penyakit tersebut. Kemungkinan pemusnahan campak secara global menjadi perdebatan dalam pustaka kesehatan sejak munculnya vaksin campak pada tahun 1960-an. Jika upaya pemberantasan polio berhasil, perdebatan tentang pemberantasan campak mungkin akan diperbarui.

    Poliomielitis

    Pada musim panas abad ke-20, orang tua di Amerika Serikat dan Eropa merasa khawatir akan kemunculan tahunan poliomielitis (atau polio). Kala itu, penyakit ini dikenal sebagai “paralisis anak”. Penyakit ini jarang ditemui pada awal abad ke-20 dan hanya berjumlah sekian ribu kasus per tahun di seluruh dunia. Namun, pada tahun 1950-an, 60 ribu kasus tercatat setiap tahun di Amerika Serikat, sementara di Inggris dan Wales terjadi kasus polio dengan rerata 2.300 kasus per tahun.

    Pada tahun 1916 dan 1917, epidemi besar polio terjadi di Amerika Serikat. Pada saat itu, tercatat 27 ribu kasus dan 6.000 kematian, dengan 9.000 kasus terjadi di New York City.Metode penyebaran virus polio belum diketahui. Banyak penduduk kota itu, termasuk peneliti, mengira bahwa pendatang (imigran) yang tinggal di daerah kumuh menjadi penyebab epidemi padahal prevalensi penyakit (total kasus yang terjadi) lebih tinggi di bagian kota yang lebih sejahtera seperti Pulau Staten. Pola yang sama terjadi di Philadelphia. Banyak negara industri yang terkena dampak polio pada saat itu. Sebelum mewabahnya polio di Amerika Serikat, epidemi-epidemi besar terjadi di Swedia.

    Penyebab kenaikan kasus polio di negara-negara industri pada abad ke-20 masih belum diketahui secara pasti. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan antar manusia melalui jalur tinja–oral. Penyakit ini juga secara alami hanya menginfeksi manusia. Polio muncul secara tidak terduga pada saat sanitasi membaik dan kesejahteraan meningkat. Meskipun virus ini ditemukan pada awal abad ke-20, penyebarannya yang luas di mana-mana tidak diketahui sebelum tahun 1950-an. Sekarang diketahui bahwa kurang dari 2% individu yang terinfeksi virus polio akan mengalami penyakit poliomielitis; kebanyakan infeksi yang terjadi bersifat ringan.Selama epidemi tersebut, virus ditemukan di mana-mana sehingga petugas kesehatan masyarakat tidak dapat mengisolasi sumbernya.

    Setelah vaksin polio dikembangkan pada pertengahan tahun 1950-an, kampanye vaksinasi massal diselenggarakan di banyak negara. Di Amerika Serikat, setelah kampanye vaksinasi dipromosikan oleh March of Dimes, jumlah kasus tahunan polio menurun drastis. Polio terakhir kali mewabah pada tahun 1979.Pada tahun 1988, Organisasi Kesehatan Dunia dan lainnya meluncurkan Inisiatif Pemberantasan Polio Global. Amerika diumumkan bebas dari polio pada tahun 1994, area Pasifik pada tahun 2000, dan Eropa pada tahun 2003.Pada akhir tahun 2012, Organisasi Kesehatan Dunia hanya melaporkan 223 kasus polio. Infeksi polio terjadi, terutama poliovirus tipe 1, di Nigeria sebanyak 122 kasus, di Chad sebanyak 1 kasus, di Pakistan sebanyak 58 kasus, dan di Afganistan sebanyak 37 kasus. Tim vaksinasi sering menghadapi bahaya; tujuh pemberi vaksin dibunuh di Pakistan dan sembilan dibunuh di Nigeria pada awal tahun 2013. Di Pakistan, kampanye vaksinasi kemudian terhalangi pembunuhan polisi yang menjaga keamanan acara vaksinasi pada tanggal 26 Februari 2013

    AIDS

    Virus imunodefisiensi manusia (HIV) adalah virus penyebab AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Sebagian besar ahli virologi beranggapan bahwa HIV muncul di Afrika Sub-Sahara pada abad ke-20. Lebih dari 70 juta orang telah terinfeksi HIV. Pada tahun 2011, diperkirakan telah ada 35 juta orang meninggal karena AIDS.Karenanya, penyakit ini termasuk penyebab pandemi paling merusak sepanjang sejarah. HIV-1 menjadi salah satu virus paling berpengaruh yang muncul pada 25 tahun terakhir abad ke-20 Pada tahun 1981, sebuah artikel ilmiah melaporkan kematian lima pemuda homoseksual, tetapi pada saat itu tidak diketahui bahwa kematian mereka disebabkan oleh AIDS. Jangkauan luas pandemi ini tidak diketahui secara pasti dan begitu pula bagaimana virus ini secara perlahan muncul dalam beberapa dekade.

    HIV melintasi batas spesies inang antara simpanse dan manusia di Afrika pada beberapa dekade awal abad ke-20. Bertahun-tahun setelahnya, terjadi perubahan sosial dan konflik sosial besar-besaran di Afrika. Populasi bergeser dengan tidak terduga karena banyak orang berpindah dari daerah pertanian di desa-desa ke kota-kota yang sedang berkembang. Virus tersebar dari daerah-daerah yang berjauhan ke konurbasi perkotaan yang padat penduduk. Masa inkubasi AIDS berlangsung selama 10 tahun sehingga pandangan bahwa pandemi mulai terjadi pada awal tahun 1980-an dapat dipercaya.Pada masa ini, banyak pengkambinghitaman dan stigmatisasi. Teori “berasal dari Afrika” tentang asal-usul pandemi HIV tidak diterima oleh orang-orang Afrika yang merasa bahwa “penimpaan kesalahan” tidak tepat bagi mereka. Oleh karenanya, Majelis Kesehatan Dunia memutuskan resolusi 1987 yang menyatakan bahwa HIV adalah “[virus] yang terbentuk secara alami dengan asal geografis tidak pasti”.

    Pandemi HIV menjadi tantangan bagi masyarakat dan menyebabkan perubahan sosial di penjuru dunia. Pendapat mengenai seksualitas dibahas secara terbuka. Nasihat tentang perbuatan seksual dan penggunaan obat-obatan (terlarang) yang sebelumnya tabu menjadi didukung oleh banyak pemerintah dan penyedia layanan kesehatan. Debat mengenai tata susila penyediaan dan biaya obat anti-retrovirus, khususnya di negara-negara yang kurang sejahtera, menyoroti kesenjangan pelayanan kesehatan dan mendorong perubahan legislasi secara luas. Di negara-negara berkembang, HIV/AIDS berdampak besar dan organisasi kunci seperti fasilitas layanan kesehatan, pertahanan, serta lembaga sipil mengalami disrupsi yang besar.  Angka harapan hidup menurun tajam. Di Zimbabwe, misalnya, angka harapan hidup pada tahun 1991 adalah 79 tahun dan pada tahun 2001 jatuh menjadi 39 tahun

    Influenza

    Ketika virus influenza mengalami lompatan antigenik, sementara banyak manusia tidak memiliki kekebalan terhadap galur virus baru dan jika individu yang rentan terjangkit dalam populasi berjumlah banyak serta rantai infeksi dapat bertahan cukup lama, epidemi bahkan pandemi dapat terjadi. Perubahan genetik biasa terjadi saat galur virus yang berbeda menginfeksi satu jenis hewan secara bersamaan. Hewan yang sering terinfeksi antara lain burung dan babi. Tidak seperti kebanyakan virus yang menginfeksi vertebrata, virus influenza dapat menginfeksi lebih dari satu spesies.Pandemi influenza terakhir pada abad ke-19 terjadi pada tahun 1899 dan mengakibatkan 250 ribu kematian di Eropa. Virus influenza berasal dari Rusia atau Asia. Ia menjadi virus pertama yang menyebar secara cepat karena pergerakan manusia dengan kereta dan kapal uap

    Galur virus influenza yang baru muncul pada tahun 1918 diikuti oleh pandemi flu Spanyol yang menjadi salah satu bencana paling parah sepanjang sejarah. Korban kematian sangat banyak; sekitar 50 juta orang mati karena infeksi ini di seluruh dunia. Amerika Serikat melaporkan 550 ribu kematian karena penyakit ini, sepuluh kali lipat korban jiwa Amerika Serikat pada Perang Dunia Pertama. Inggris melaporkan 228 ribu kematian.Sebanyak 20 juta jiwa meninggal di India, sedangkan Samoa Barat kehilangan 22% populasinya.

    Pada tahun 1957, galur baru virus influenza muncul dan menyebabkan pandemi flu Asia. Meskipun virus ini tidak seganas galur pada tahun 1918, lebih dari satu juta orang meninggal di seluruh dunia. Pandemi berikutnya terjadi karena flu Hong Kong yang muncul pada tahun 1968 oleh galur baru yang menggantikan galur virus pada tahun 1957. Pandemi tahun 1968 tidak separah yang lainnya dan hanya menyerang individu dengan usia lanjut. Namun, 33.800 jiwa meninggal karenanya di Amerika Serikat. Galur baru virus influenza sering muncul di Asia Timur. Hal ini diduga karena di sana bebek, babi, dan manusia memiliki populasi yang paling padat dan hidup berdekatan.

    Pandemi flu yang paling baru terjadi pada tahun 2009, tetapi tidak satu pun dari tiga pandemi flu terakhir yang membawa dampak sebesar pandemi 1918. Hal-hal yang menyebabkan galur virus influenza yang muncul pada saat itu menimbulkan dampak yang demikian berat masih belum diketahui pasti

    Arbovirus penyebab demam kuning, DBD, dan lainnya

    Arbovirus adalah kelompok virus yang ditularkan ke manusia dan vertebrata melalui serangga penghisap darah. Virus-virus ini sangat beragam. Istilah “arbovirus” merupakan singkatan dari “arthropod-borne virus” (“virus yang dibawa oleh artropoda”). Penggolongan virus-virus ini sebagai arbovirus bukanlah penggolongan taksonomi resmi. Ada lebih dari lima ratus spesies arbovirus. Namun, pada tahun 1930 didapati bahwa hanya tiga di antaranya yang menyebabkan penyakit pada manusia, yakni virus demam kuning, virus dengue, dan virus demam Pappataci. Sebuah buku yang terbit pada 2009 menyatakan bahwa terdapat lebih dari 100 spesies arbovirus yang menyebabkan berbagai penyakit pada manusia, termasuk radang otak.

    Demam kuning adalah penyakit terkenal yang disebabkan oleh Flavivirus.Epidemi besar demam kuning yang terakhir di Amerika Serikat terjadi pada tahun 1905. Selama pembangunan Terusan Panama, ribuan pekerja meninggal karenanya.Demam kuning berasal dari Afrika. Virus penyebabnya dibawa ke Amerika oleh kapal-kapal kargo yang menjadi penampungan nyamuk Aedes aegyti, pembawa Flavivirus. Ghana, Afrika Barat, merupakan tempat epidemi demam kuning pertama yang tercatat di Afrika, yang berlangsung pada tahun 1926. Pada 1930-an, penyakit tersebut kembali muncul di Brasil. Fred Soper, seorang epidemiolog Amerika Serikat (1893–1977), menemukan pengaruh siklus silvatik dari infeksi dalam inang nonmanusia, dan bahwa infeksi pada manusia merupakan “jalan buntu” yang memutus siklus tersebut. Meskipun vaksin demam kuning merupakan salah satu vaksin paling sukses yang pernah dikembangkan, epidemi masih terjadi. Pada 1986 hingga 1991 di Afrika Barat, lebih dari 20.000 orang terinfeksi demam kuning dan 4.000 orang di antaranya meninggal dunia.

    Pada tahun 1930-an, ensefalitis St. Louis, ensefalitis kuda timur, dan ensefalitis kuda barat muncul di Amerika Serikat. Virus penyebab ensefalitis La Crosse ditemukan pada tahun 1960-an. Virus Nil Barat tersebar di New York pada tahun 1999. Pada tahun 2010, virus penyebab demam berdarah dengue (DBD) menjadi arbovirus yang paling banyak menyebar. Beragam galur virus ini semakin virulen dan menyebar ke penjuru Asia dan Amerika

    Virus hepatitis

    Hepatitis adalah penyakit pada organ hati yang telah dikenal ada sejak masa kuno. Tanda dan gejala penyakit ini mencakup jaundis, yaitu menguningnya kulit, mata, dan cairan tubuh. Ada banyak sebab hepatitis, antara lain virus, khususnya virus hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C.Epidemi jaundis banyak terjadi sepanjang sejarah dan terutama mendera prajurit perang. “Jaundis operasi militer” umum ditemukan pada Abad Pertengahan. Gejala tersebut dijumpai pada pasukan Napoleon dan konflik-konflik besar pada abad ke-19 dan 20, termasuk pada Perang Saudara Amerika yang melaporkan 40 ribu kasus jaundis dan 150 kematian karenanya.Virus penyebab jaundis ini baru ditemukan pada pertengahan abad ke-20. Artikel ilmiah pada tahun 1946 menjelaskan bukti perbedaan antara hepatitis A yang menyebabkan epidemi jaundis dan hepatitis B19 yang menyebabkan jaundis yang menular lewat darah. Istilah hepatitis A dan hepatitis B mulai digunakan pada tahun 1947.Pada tahun 1960-an, virus penyebab hepatitis mulai ditemukan. Virus hepatitis B ditemukan dan dinamai sesuai penyakit yang ia sebabkan, sedangkan virus hepatitis A ditemukan pada tahun 1974. Penemuan virus hepatitis A dan teknologi pengujian untuk mendeteksinya menyebabkan perubahan besar-besaran pada banyak tata laksana kesehatan dan kecantikan. Skrining darah donor yang mulai dilakukan pada awal tahun 1970-an mengurangi penularan virus secara drastis.Faktor VIII dan plasma darah manusia yang didonorkan sebelum tahun 1975 banyak mengandung virus hepatitis B dengan kadar yang dapat menyebabkan infeksi. Hingga akhir tahun 1960-an, jarum suntik hipodermik yang sering digunakan berulang kali oleh tenaga kesehatan dan jarum pembuat tato menjadi penyebab umum infeksi.Pada akhir tahun 1990-an, program penukaran jarum diselenggarakan di Eropa dan Amerika Serikat untuk mencegah penyebaran infeksi pada pengguna obat-obatan terlarang. Usaha tersebut membantu mengurangi dampak HIV dan virus hepatitis C

    Virus penyebab kanker

    Sejumlah kanker bisa disebabkan oleh infeksi virus. Onkovirus merupakan sebutan bagi virus-virus yang menjadi penyebab kanker. Hingga 20% dari kasus kanker pada manusia di seluruh dunia disebabkan oleh virus, misalnya virus papiloma penyebab kanker serviks, virus polioma penyebab kanker mesotelium, virus Epstein-Barr penyebab penyakit limfoproliferatif sel-B dan kanker nasofaring, virus herpes manusia tipe 8 penyebab sarkoma Kaposi dan limfoma efusi primer, virus-virus hepatitis B dan hepatitis C penyebab kanker hati, dan virus limfotropik sel T manusia tipe 1 penyebab leukemia sel T. Meskipun demikian, sejumlah upaya pencegahan telah ditemukan, misalnya vaksin hepatitis B yang dosis pertamanya segera diberikan setelah seorang bayi dilahirkan. Infeksi virus papiloma manusia juga dapat dicegah oleh vaksin dan kanker serviks yang diakibatkannya dapat dideteksi secara dini dengan metode apus Pap.

    Virus pada hewan selain manusia

    Epizootik adalah mewabahnya penyakit pada hewan selain manusia. Pada abad ke-20, beragam epizootik penyakit karena virus terjadi pada hewan, terutama ternak, secara global. Penyakit-penyakit tersebut antara lain penyakit mulut dan kuku, sampar sapi, flu burung dan flu babi, demam babi, serta lidah biru domba. Penyakit karena virus pada hewan ternak mengakibatkan kerugian baik bagi peternak maupun masyarakat secara luas, seperti yang terjadi pada saat mewabahnya penyakit mulut dan kuku di Inggris pada tahun 2001

    Sampar sapi pertama kali terjadi di Afrika Timur pada tahun 1891 dan secara cepat menyebar ke seluruh Afrika. Pada tahun 1892, 95% hewan ternak di Afrika Timur mati. Oleh karenanya, terjadi kelaparan yang merugikan peternak dan warga nomaden. Sebagian dari mereka menggantungkan hidupnya secara penuh pada hewan ternak. Dua pertiga populasi suku Maasai tewas. Kondisi bertambah parah dengan munculnya epidemi cacar saat bencana kelaparan terjadi. Pada awal abad ke-20, sampar sapi banyak terjadi di Asia dan sebagian Eropa.Prevalensi penyakit ini terus menurun setelah adanya usaha pengendalian penyakit yang mencakup vaksinasi. Pada tahun 1908, Eropa bebas dari sampar sapi. Penyakit ini kembali mewabah setelah Perang Dunia Kedua tetapi segera terkendali. Prevalensi sampar sapi meningkat di Asia. Thailand harus memohon bantuan pada tahun 1957 karena banyaknya kerbau yang mati menyebabkan sawah tidak dapat disiapkan untuk menanam padi. Daerah Rusia di bagian barat Pegunungan Ural bebas dari sampar sapi. Lenin memutuskan sejumlah peraturan pengendalian penyakit ini. Namun, hewan ternak di bagian timur Rusia masih terus terinfeksi sampar dari Mongolia dan Tiongkok yang memiliki prevalensi penyakit tinggi. India berhasil mengendalikan penyebaran penyakit sampar sapi yang sebelumnya merajalela di daerah selatan, Tamil Nadu dan Kerala, sepanjang abad ke-20. ndia kemudian berhasil memberantas sampar sapi pada tahun 1995.Afrika didera dua panzootik besar pada tahun 1920-an dan 1980-an. Penyakit tersebut mewabah di Somalia pada tahun 1928 dan tersebar ke penjuru negeri hingga tahun 1953. Pada tahun 1980-an, penyebaran penyakit di Tanzania dan Kenya dikendalikan dengan penggunaan 26 juta dosis vaksin. Munculnya kembali penyakit ini pada tahun 1997 berhasil ditekan dengan operasi vaksinasi yang intensif. Pada akhir abad ke-20, sampar sapi musnah dari banyak negara. Kantong daerah yang terinfeksi mencakup Etiopia dan Sudan. Pada tahun 1994, Program Pemberantasan Sampar Sapi Global diresmikan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dengan target pemusnahan global pada tahun 2010. Pada tahun 2011, FAO dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia mengumumkan bahwa “sampar sapi, penyakit karena virus yang menyebar bebas, sudah musnah dari muka bumi”.

    Penyakit mulut dan kuku adalah penyakit infeksi sangat menular yang disebabkan oleh Aphtovirus. Virus ini berada pada famili yang sama dengan virus polio. Aphtovirus menginfeksi hewan, terutama ungulata, di Afrika sejak zaman kuno dan mungkin terbawa ke Amerika pada abad ke-19 bersama hewan ternak impor. Penyakit kuku dan mulut jarang mematikan tetapi wabah penyakit pada domba dan ternak lain dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Penyakit terakhir yang tercatat di Amerika terjadi pada tahun 1929. Pada tahun 2001, sejumlah wabah terjadi di penjuru Inggris sehingga ribuan hewan dibunuh dan dibakar.

    Walaupun telah menginfeksi manusia sejak zaman kuno, inang alami virus influenza adalah babi dan burung. Virus ini dapat menyebabkan epizootik ringan hingga parah pada hewan peliharaan dan satwa liar.Migrasi banyak jenis burung liar memungkinkan influenza menyebar lintas benua sepanjang sejarah. Virus ini telah dan terus mengalami evolusi menjadi banyak galur sehingga keberadaannya terus mengancam.

    Pada awal abad ke-21, epizootik pada hewan ternak masih berdampak serius. Penyakit lidah biru, yang disebabkan oleh Orbivirus, menyerang domba di Prancis pada tahun 2007. Sebelumnya, penyakit ini hanya ada di Amerika Utara dan Selatan, Afrika, Asia Selatan, dan Australia bagian utara. Virus ini sekarang menyebar pula di daerah Mediterania

    Virus pada tumbuhan

    Pada abad ke-20, virus diketahui menyebabkan banyak penyakit “lama” pada tumbuhan, antara lain maize streak dan penyakit mosaik ubi kayu. Sama seperti pada manusia, jika banyak tumbuhan hidup berdekatan, virus yang memiliki inang tumbuhan juga banyak berkembang. Hal ini menyebabkan kerugian ekonomi dan tragedi kemanusiaan yang besar. Di Yordania pada tahun 1970-an, tomat dan famili Cucurbitaceae (timun, melon, dan labu-labuan) banyak ditanam. Seluruh ladang tempat mereka ditanam terinfeksi virus. Kejadian serupa ditemukan di Pantai Gading, tiga puluh virus yang berbeda menginfeksi kacang-kacangan dan sayuran. Di Kenya, virus mosaik ubi kayu, maize streak virus, dan penyakit-penyakit virus kacang tanah menyebabkan kerusakan tanaman pertanian hingga 70%. Ubi kayu merupakan tumbuhan yang paling banyak ditanam di Afrika Timur dan merupakan bahan makanan pokok bagi lebih dari 200 juta orang. Tanaman ini dibawa ke Afrika dari Amerika Selatan dan dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang tidak subur. Penyakit paling penting yang menginfeksi ubi kayu disebabkan oleh virus mosaik ubi kayu dari famili Geminiviridae yang ditularkan antar tumbuhan oleh kutu kebul. Penyakit ini pertama kali tercatat pada tahun 1894. Wabahnya banyak terjadi di Afrika Timur sepanjang abad ke-20 dan sering kali menyebabkan bencana kelaparan.

    Pada tahun 1920-an, pemilik perkebunan umbi bit di Amerika Serikat bagian barat mengalami kerugian ekonomi yang besar akibat infeksi Beet curly top virus (BCTV) yang ditularkan oleh serangga Cicadellidae. Pada tahun 1956, 25–50% tanaman padi di Kuba dan Venezuela rusak karena Rice hoja blanca tenuivirus (RHBV). Pada tahun 1958, RHBV menyebabkan kerugian pada banyak daerah yang menanam padi di Kolombia. Wabahnya terjadi kembali pada tahun 1981 yang menyebabkan kerugian hingga 100%. Di Ghana pada tahun 1936–1977, Cacao swollen shoot virus (CSSV) yang ditularkan oleh kutu putih menyebabkan rusaknya 162 juta pohon kakao, yang selanjutnya masih mengakibatkan kerusakan 15 juta pohon per tahun. Pada tahun 1948, di Kansas, Amerika Serikat, 7% tanaman gandum rusak karena Wheat streak mosaic virus (WSMV) yang disebarkan oleh tungau Aceria tulipae.Pada tahun 1950-an, virus bercak cincin pepaya, salah satu Potyvirus, menyebabkan kerugian besar pada perkebunan pepaya solo di Oahu, Hawaii. Pepaya solo dibawa ke pulau ini pada abad ke-19, tetapi penyakit bercak cincin baru muncul pada tahun 1940-an.

    Bencana-bencana penyakit tumbuhan berasal dari intervensi manusia yang mengakibatkan perubahan ekologis. Ketika tanaman didatangkan ke suatu wilayah dari wilayah lain, akan terjadi interaksi antara vektor dan virus baru dengan tanaman tersebut. Kakao merupakan tumbuhan asli Amerika Selatan yang kemudian dibawa ke Afrika Barat pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1936, penyakit bengkak akar ditularkan oleh kutu putih dari tumbuhan-tumbuhan asli Afrika Barat.Pemasukan suatu tumbuhan ke habitat baru dapat memicu wabah penyakit akibat infeksi virus tumbuhan. Sebelum tahun 1970, Rice yellow mottle virus (RYMV) awalnya hanya ditemukan di Kisumu, Kenya. Namun, virus ini kemudian menyebar ke penjuru Afrika Timur setelah dibuatnya sistem irigasi yang luas di Afrika Timur dan penanaman padi secara besar-besaran. Aktivitas manusia mempertemukan virus tumbuhan dengan tanaman pertanian asli daerah tertentu. Citrus tristeza virus (CTV) dibawa ke Amerika Selatan dari Afrika pada tahun 1926–1930. Pada saat yang sama, kutu daun Toxoptera citricidus dibawa ke Amerika Selatan dari Asia. Kedua peristiwa ini mempercepat penularan virus. Pada tahun 1950, lebih dari enam juta pohon jeruk mati karena infeksi CTV di São Paulo, Brasil. Baik CTV maupun keluarga pohon jeruk mungkin mengalami koevolusi selama berabad-abad di negara asalnya. Penyebaran CTV ke wilayah lain dan interaksinya dengan varietas jeruk-jerukan yang baru menyebabkan wabah penyakit tumbuhan. Karena banyak masalah yang muncul akibat terbawanya virus tumbuhan, banyak negara memberlakukan kebijakan impor yang ketat terhadap pemasukan bahan yang dapat membawa virus tumbuhan yang berbahaya atau vektor serangga

    Virus baru

    Meskipun tanpa mutasi, organisme parasitik yang ada saat ini dapat berpindah dari relung ekologisnya dan bertemu dengan populasi padat khas di muka Bumi, menimbulkan kematian baru dan mungkin besar-besaran pada populasi tersebut. McNeill (1998) hlm. 293

    Virus baru adalah virus yang relatif baru-baru ini mulai menginfeksi spesies inang tertentu  Banyak virus baru yang menginfeksi manusia pada awalnya menginfeksi hewan lain. Jika virus berpindah ke spesies lain, penyakit yang timbul pada manusia disebut sebagai infeksi zoonotik atau zoonosis

    SARS

    Sindrom pernapasan akut berat (SARS) yang muncul pada awal abad ke-21 disebabkan oleh koronavirus jenis baru.Sebelumnya, beberapa jenis koronavirus lain telah diketahui menyebabkan infeksi ringan pada manusia.Namun, galur virus baru ini memiliki tingkat virulensi dan kecepatan penyebaran yang memicu kekhawatiran tenaga kesehatan dan masyarakat umum. Penyakit ini baru disadari berpotensi menjadi pandemi besar pada bulan Juli 2003, setelah terjadi 8.000 kasus dan 800 kematian. Asal usul virus SARS tidak diketahui dengan pasti, tetapi sejumlah bukti menunjukkan bahwa virus ini berasal dari kelelawar.

    Pada bulan Juni 2012, sebuah virus mirip SARS yang kemudian disebut Sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) muncul di Arab Saudi.Gejala infeksi MERS-CoV termasuk gagal ginjal dan pneunomia akut, yang sering kali berakibat fatal. Pasien pertama yang tercatat mengalami “demam, batuk berdahak, dan sesak napas selama 7 hari

    Pada bulan November 2019, koronavirus baru muncul di Wuhan, Tiongkok dan menyebar secara cepat ke seluruh dunia. Virus ini kemudian diberi nama koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2). Infeksi virus ini menyebabkan pandemi dengan tingkat fatalitas kasus sekitar 2% pada manusia sehat di bawah usia 50 tahun dan hingga sekitar 15% pada manusia di atas 80 tahun dengan komorbiditas (penyakit lain yang telah ada). Pada bulan November 2021, tingkat kematian kasus SARS-CoV-2 lebih rendah daripada SARS, tetapi infeksinya lebih menular. Usaha untuk mengurangi dampak pandemi terhalangi oleh rasa takut, prasangka buruk, dan stigmatisasi terhadap individu yang terinfeksi. Pembatasan pada masa damai (tanpa perang), yang belum pernah terjadi sebelumnya, diberlakukan pada perjalanan internasional. Banyak pemerintah tidak siap menghadapi pandemi berskala besar ini. Di penjuru dunia, banyak pakar virologi dan epidemiologi tidak memberi keluhan yang keras terhadap efisiensi sistem pengujian dan pemantauan penyakit yang ada.

    Virus Nil Barat

    Virus Nil Barat (WNV), salah satu spesies Flavivirus, pertama kali ditemukan pada tahun 1937 di Subwilayah Nil Barat, Uganda, dalam darah seorang perempuan yang demam. Virus yang mula-mula dibawa oleh nyamuk dan burung ini menyebabkan sejumlah wabah demam Nil Barat pada manusia di Afrika Utara dan Timur Tengah pada tahun 1950-an. Pada tahun 1960-an, banyak kuda di Eropa terserang oleh virus ini. Wabah terbesar pada manusia terjadi pada tahun 1974 di Provinsi Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Pada saat itu, sepuluh ribu orang terjangkit. Frekuensi epidemi dan epizootik (pada kuda) mulai meningkat pada tahun 1996 di sekitar basin Mediterania. Pada tahun 1999, WNV tiba di Kota New York dan setelah itu, virus ini terus menyebar ke seluruh Amerika Serikat.Di negara ini, virus paling banyak dibawa oleh nyamuk pada musim panas. Jumlah kasus meningkat pada pertengahan Juli hingga awal September. Jika cuaca menjadi dingin, nyamuk akan mati dan risiko infeksi WNV menurun. Di Eropa, banyak wabah demam Nil Barat terjadi. Pada tahun 2000, program surveilans penyakit di Inggris mulai memantau insidensi virus ini pada manusia, burung yang mati, nyamuk, dan kuda. Nyamuk yang membawa virus ini (Culex modestus) berkembang biak di rawa daerah utara Kent. Spesies nyamuk ini sebelumnya tidak diketahui hidup di Inggris, melainkan tersebar luas di Eropa Selatan

    Virus Nipah

    Pada tahun 1997, penyakit pernapasan mewabah pada peternak di Malaysia dan babi yang mereka pelihara. Lebih dari 265 kasus ensefalitis tercatat dan 105 di antaranya berujung pada kematian. Paramiksovirus jenis baru ditemukan di otak para penderitanya. Virus ini lantas dinamakan virus Nipah, sesuai desa tempat ditemukannya. Virus Nipah berasal dari kelelawar buah yang kawanannya berpindah tempat akibat penggundulan hutan. Setelah habitatnya tergusur, kelelawar-kelelawar ini hidup di pepohonan di dekat peternakan babi. Babi-babi tersebut kemudian terinfeksi virus dari tinja kelelawar

    Demam berdarah akibat virus

    Sejumlah patogen virus yang sangat mematikan merupakan anggota Filoviridae, famili virus yang berbentuk seperti filamen. Virus Ebola dan Marburg yang termasuk dalam takson ini menyebabkan demam berdarah. Virus Marburg mengundang perhatian publik yang luas pada bulan April 2005 karena menimbulkan wabah di Angola. Pada bulan Oktober 2004 hingga tahun 2005, ditemukan 252 kasus karenanya, 227 diantaranya menyebabkan kematian.

    Epidemi virus Ebola di Afrika Barat mulai terjadi pada tahun 2013. Peristiwa ini termasuk epidemi paling merugikan setelah munculnya HIV. Penyakit Ebola pertama kali muncul pada bulan Desember 2013 di Meliandou, desa di Guinea selatan. Sejumlah korban pertama infeksi ini adalah anak laki-laki berusia dua tahun, kakak perempuannya yang berusia tiga tahun, ibu, dan nenek mereka. Pemakaman nenek mereka dihadiri oleh keluarga dan orang-orang yang merawatnya. Setelah itu, penyakit ini menyebar ke desa-desa yang dekat dengan mereka. Pada bulan Maret 2014, penyakit ini terus menyebar sehingga petugas kesehatan setempat melaporkan peristiwa ini ke Kementerian Kesehatan Guinea. Pada pertengahan tahun, epidemi menyebar ke Liberia dan Sierra Leone. Pada bulan Juni 2015, Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan lebih dari 27 ribu kasus dengan 11 ribu kematian.

    Virus Ebola mungkin berasal dari kelelawar.Virus Marburg ditularkan ke manusia dari monyet, sedangkan demam Lassa dari tikus Mastomys natalensis. Infeksi zoonotik dapat bersifat parah karena manusia tidak memiliki kekebalan alami terhadap infeksi. Beberapa infeksi zoonotik sering kali merupakan “jalan buntu”. Artinya, manusia merupakan inang terakhir dan virus tidak menyebar antar manusia secara efisien, bukan karena berhasil diobati.

    Pada awal abad ke-21, terjadi peningkatan kesadaran global akan epidemi yang berdampak besar di negara-negara berkembang. Pada beberapa dekade sebelumnya, epidemi di negara berkembang tidak banyak diperhatikan oleh komunitas kesehatan internasional.Namun, pasca terjadinya pandemi global, virus Covid-19, seluruh negara di dunia, menaruh perhatian besar kepada perkembangan laten virus yang setiap hari bertransformasi dan siap menjadi “musuh” bagi peradaban manusia. Sehingga, para ahli kesehatan, mulai mengkaji dan menemukan anti-virus untuk menaklukan jutaan virus yang berpotensi menghancurkan

    Manfaat virus

    Sir Peter Medawar (1915–1987) menggambarkan virus sebagai “berita buruk dalam bungkusan protein”. Selain sebagai bakteriofag, virus hanya dikenal sebagai penyebab penyakit dan kematian. Penemuan akan keberlimpahan virus dan keberadaannya di banyak ekosistem membuat pakar virologi modern meninjau kembali peran virus dalam biosfer.

    Virus diperkirakan berjumlah 1031 di Bumi, yang kebanyakan merupakan bakteriofag dan berada di lautan. Mikroorganisme menyusun 90% biomassa laut. Virus diperkirakan membunuh kurang lebih 20% biomassa ini setiap hari dan jumlah virus lima belas kali lipat bakteri dan arkea di laut. Virus adalah agen utama yang mencegah ledakan populasi alga. Ledakan tersebut merugikan karena sering kali membunuh organisme akuatik lainnya. Virus juga membantu menjaga keseimbangan ekologi spesies-spesies sianobakteri di laut sehingga memastikan produksi oksigen yang cukup bagi kehidupan di Bumi.

    Munculnya galur bakteri yang kebal terhadap sejumlah antibiotik menyebabkan masalah pada penanganan infeksi bakteri. Pada 30 tahun belakangan, hanya dua kelas baru antibiotik yang berhasil dikembangkan dan cara-cara baru untuk melawan infeksi bakteri sedang dicari. Bakteriofag mulai digunakan untuk mengendalikan bakteri sejak tahun 1920-an. Uji klinis besar diselenggarakan oleh para ilmuwan Soviet pada tahun 1963.Hal ini tidak diketahui orang-orang di luar Uni Soviet hingga hasil uji diterbitkan di Barat pada tahun 1989. Bakteri yang kebal terhadap antibiotik merupakan masalah baru yang semakin membesar sehingga memicu ketertarikan kembali pada penggunaan bakteriofag dan terapi fag.

    Proyek Genom Manusia menunjukkan keberadaan banyak urutan DNA virus pada genom manusia. Urutan ini menyusun sekitar 8% DNA manusia, yang tampaknya merupakan peninggalan infeksi retrovirus kuno pada nenek moyang manusia. Segmen DNA ini menetap pada DNA manusia dan, meskipun tidak berfungsi lagi sebagai materi genetik dalam reproduksi virus, gen-gen yang dibawanya berperan penting dalam perkembangan manusia. Sementara itu, pada tumbuhan, virus juga mentransfer gen-gen yang penting. Sekitar 10% dari semua fotosintesis menggunakan produk gen yang dipindahkan oleh virus dari sianobakteri ke tumbuhan.